Minggu, 21 Maret 2010

Tetesan Embun dari "BOIM-2"

Satu minggu Boim beristirahat di rumah, ia menganggap waktu satu minggu begitu lama karena telah meninggalkan sekolah dan membantu ibunya. Semenjak ia masuk SD hingga mau menjelang kelulusan, waktu terlama tidak masuk sekolah yaitu saat ini. Dihatinya sudah tertanam rasa tidak nyaman kalau tidak masuk sekolah, sekolah dianggapnya sebagai rumah yang istimewa dengan guru sebagai orang tua terdidik dan teman-temanya sebagai saudara yang selalu berlomba untuk menuntut ilmu dan menjadi yang terbaik.

Kehadiran kembali Boim di kelas  membuat Pak Jamal dan teman-temanya gembira. Pak Jamal adalah wali kelas 6.1, dari tiga kelas 6 yang lain. Ia kami anggap sebagai wali kelas yang sangat perhatian sekali sama kami. Walaupun ia belum berkeluarga saat itu, namun naluri seorang ayah kepada anak-anaknya sangat kami rasakan ketika ia ada bersama kami di kelas. Ia bilang "anak-anak sekalian, kita patut bersyukur kepada Allah karena ada satu siswa dari kalian semua yang mendapat jumlah nilai  NEM (Nilai Ebatanas Murni) tertinggi ke dua se kecamatan". Ucapan itu disambut dengan tepuk tangan yang meriah dengan diiringi rasa ingin tahu, siapakah siswa yang dimaksud Pak Jamal itu? Teng...teng...teng... bunyi loceng telah dipukul bertanda waktu untuk istirahat, Pak Jamal melanjutkan "Anak-anak sekalian, siapakah anak yang beruntung itu? kita akan lihat dipengumuman kelulusan minggu depan, sekarang mari kita istirahat...".

Waktu istirahat Boim pergunakan untuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk karena ketidakhadirannya selama satu minggu di sekolah. Ia memperkirakan waktu pulang sekolah tidaklah mungkin untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut karena ia harus ke sawah dan memelihara kambing-kambingnya. Setelah meletakkan tas, melepas sepatu, dan berganti pakaian Boim ke dapur untuk makan siang. Di atas meja makan sederhana sudah tersedia nasi, sayur, dan telur goreng. Sayur merupakan menu yang selalu ada karena mudah diperoleh dan tidak perlu mengeluarkan uang utuk membelinya. Karena terlalu sering ibu boim memasak sayur lompong (sejenis tales tapi pohonya lebih kecil) membuat sayur lompong menjadi sayur pavoritnya. Warna kuah sayur lompong agak kecoklatan, batangnya terasa lembut di lidah, dan umbinya enak sekali.

Sabtu pagi, seluruh siswa SD dikumpulkan di lapangan upacara untuk mengikuti apel. Tidak seperti biasanya pengumuman kelulusan diawali dengan apel terlebih dahulu, biasanya ketika semua siswa masuk kelas, wali kelas membagikan amplop kelulusan kepada masing-masing siswa. Apel dipimpin langsung oleh kepala sekolah yang dibelakangnya berbanjar wali kelas 6 dengan membawa tumpukan amplop kelulusan dan guru-guru SD yang lain."....Anak-anakku, saat ini Bapak sengaja mengumpulkan kamu di sini untuk memberikan pelajaran yang berharga kepada kelas 5 dan di bawahnya bahwa kelas 6 ....(diam beberapa menit) Alhamdulillah lulus 100% ..." kata-kata kepala sekolah itu membuat semua siswa bertepuk tangan, sebagian kelas 6 melompat kegirangan, dan ada yang  menengadahkan tangan ke atas lalu mengusap ke mukanya. Kepala sekolah melanjutkan "...Bapak dan guru-guru merasa bangga karena peringkat ke dua Jumlah NEM tertinggi se kecamatan ada di sekolah kita....(kata-katanya berhenti lalu mengamati semua siswa kelas 6 satu persatu) ... Siapa dia?.... dia adalah....Muhammad Ibrahim". Kepada ananda Muhammad Ibrahim (atau yang sering dipanggil Boim) agar maju ke depan untuk mendapatkan kenang-kenangan dari sekolah dan ucapan selamat dari Bapak dan Ibu guru. Boim sempat diangkat oleh teman-temanya sampai di depan kepala sekolah, lalu menerima kenangan dan ucapan selamat dari Bapak Ibu guru serta teman-temannya.

Ibu boim merasa terharu mendengar Boim mendapatkan peringkat tertinggi di sekolahnya, dan sekolah memberikan kenangan berupa tabungan sebesar Dua Ratus Ribu Rupiah. Uang tabungan itu ditambah uang hasil penjualan satu ekor kambingnya, Boim pergunakan untuk melanjutkan pendidikannya di SMP Islam Terpadu Harapan. Masuk ke SMP Islam merupakan pesan ayah Boim, agar anaknya nanti dapat membaca Al-Quran dengan baik dan mampu mengamalkannya, walaupun guru-guru Boim mengharapkan agar ia masuk ke SMP Negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar