Kamis, 16 Juli 2009

Ketepatan dalam me-RANKING

Terkadang dalam pemberian rapor entah itu rapor bayangan pada saat Ulangan Tengah Semester (UTS) atau pada saat pemberian Rapor, orang tua siswa selalu bertanya tentang posisi anaknya di dalam suatu kelas. Hal ini karena memang sejak 3 atau 4 tahun belakangan ini sudah tidak dicantumkan lagi ranking kelas di dalam rapor terbitan Diknas. Hal ini mungkin karena untuk menghargai beragam kemampuan siswa yang tidak terwakili di dalam format penilaian rapor.

Sebagai pendidik saya menghargai pemikiran tersebut karena memang pada umumnya isi rapor melaporkan hasil ketercapaian kompetensi dasar siswa selama satu semester yang berupa angka dan bersifat kognitif. Sementara penilaian aspek afektif dan psikomotorik terlemahkan dari aspek yang dominan itu. Tetapi orang tua juga tidak salah kalau ingin melihat posisi atau ranking anaknya di dalam kelas atau di suatu sekolah, karena mereka (orang tua) ingin membandingkan kemampuan kognitif anaknya di dalam kelas atau di suatu sekolah, bukan membandingkan keberhasilan pendidikan anaknya di dalam kelas atau di suatu sekolah.

Rapor yang umumnya berisi nilai kognitif merupakan gambaran kecil dari keberhasilan pendidikan, sedangkan keberhasilan pendidikan yang lain dapat berupa :budipekerti yang luhur, hafal Juz 30 Al-quran, Tidak pernah meninggalkan Shalat dan sering puasa senin-kamis, Memiliki suara yang bagus, memiliki kemampuan main alat musik yang hebat dan lain-lain merupakan kehebatan-kehebatan anak bangsa yang luput dari penilaian rapor, kalaupun ada nilainya tidak sebanding dengan kehebatan yang dimilikinya.

Dalam me-Ranking, terkadang masih banyak pendidik hanya melihat jumlah nilai setiap matapelajaran. Jumlah nilai tertinggi matapelajaran itulah yang akan mendapatkan peringkat pertama dan jumlah nilai terkecil matapelajaran itulah yang akan mendapatkan peringkat terakhir. Me-ranking dengan cara demikian kurang tepat, karena setiap nilai matapelajaran belum tentu berdistribusi normal dan juga memiliki nilai rata-rata dan simpangan baku yang berbeda. Agar nilai setiap matapelajaran berdistribusi normal maka nilai-nilai tersebut harus diubah ke dalam nilai z (z-score) dengan rumus:

z =(X-Rata-rata)/Simpangan baku

X adalah nilai tiap matapelajaran

Penulis bisa memberikan contoh seperti ini:

Ulangan matematika dan fisika memiliki rata-rata masing-masing 80 dan 70, serta simpangan bakunya masing-masing 15 dan 5. Ahmad mendapat nilai matematika 90 dan fisika 80, sedangkan Majid mendapat nilai matematika 80 dan 85. Kalau secara jumlah nilai Ahmad akan mendapatkan Peringkat Pertama karena memiliki jumlah nilai yang paling besar yaitu (90+80=170) dan Majid mendapatkan peringkat kedua karena mimiliki jumlah nilai lebih kecil dari Ahmad yaitu (85+80=165). Pemberian peringkat yang benar yaitu dengan mengubah nilai matematika dan fisika yang diperoleh Ahmad dan Majid ke dalam nilai z sebagaimana rumus di atas sehingga kita dapatkan Ahmad memperoleh nilai z matematika dan fisika masing-masing sebesar 0,67 dan 2,00 sedangkan Majid memperoleh nilai z sebesar 0,00 untuk matematika dan 3,00 untuk fisika. Sehingga Peringkat Pertama yang sesungguhnya adalah Majid karena memiliki nilai z lebih besar yaitu (0,00+3,00=3,00) sedangkan Ahmad hanya mendapatkan 2,67.

Celoteh dan Canda siswa yang tulus

Pada hari ini aku ngajar 10 jam, ouh...menyenangkan tapi meletihkan. Kalau dipikir itu suatu konsekuensi dari suatu keputusan yang aku ambil karena untuk menambah cakrawala ilmu yang tak berujung.

Tatapan mata anak-anakku, celoteh dan canda mereka yang tulus membuat aku bertambah semangat untuk mendidik dan menghantarkan mereka ke gerbang kesuksesan. Rasa lelahku hilang ketika meraka berucap "Assalamu'alaikum Pak" jika mereka bertemuku. Rasa banggaku semakin bertambah ketika mereka hadir kembali ke sekolah mereka dulu dengan segudang prestasi dan career, dalam hatiku bergumam "Terima kasih Tuhan...karena Engkau telah mengabulkan doa dan usahaku untuk menghantarkan mereka ke gerbang yang mereka impikan.

"Tepat waktu" merupakan slogan yang mudah diucapkan dan sulit sekali dilaksanakan, juga memerlukan energi yang besar untuk memulai dan konsisten menjaganya. Terkadang waktu perjalanan yang akhir-akhir ini sulit ditebak dengan beragam kemacetan. Dulu ketika masuk sekolah jam 07.00 waktu perjalanan bisa aku tempuh paling lama 1 jam dan paling cepat 45 menit dari rumah ke sekolah tempat aku mengajar (selama kurang lebih 10 tahun), tetapi setelah PEMDA DKI menerapkan masuk sekolah jam 06.30 waktu perjalananku semakin lama dan bertambah sekitar 15 sampai 30 menit.

Rabu, 15 Juli 2009

Kebersamaan

Kebersamaan merupakan suatu istilah yang lebih luas lagi dalam agama Islam sering disebut ukhuwah. Cuma kata Ukhuwah ini harus didasari oleh Iman yang satu, tanpa itu ukhuwah hanya sebatas slogan semata.

Kebersamaan bisa beragam keimanan dan biasanya diikat oleh aturan tertentu sehingga seseorang itu harus bersama dalam sebuah kelompok atau bangsa. Dulu kita tahu dalam deskriptif tulisan dan dokumen sejarah bahwa kebersamaan kita sebagai bangsa sangat tinggi untuk mengusir penjajah di tanah air yang tercinta. Kebersamaan juga kita bisa saksikan ditradisi gotong royong dan ronda bareng yang hingga saat ini masih dilakukan di beberapa daerah di Indonesi Raya ini.

Kemerdekaan diperoleh dan pemerintahan terbentuk namun kebersamaan kita sedikit demi sedikit semakin menipis seiring perjalanan waktu sampai muncul individualistis di masyarakat kita. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin , birokat dan masyarakat bawah (miskin dan tidak terdidik) semakin terasa yang menambah rasa kebersamaan semakin menghilang.